Warga Pondok Damar Laporkan Dugaan Pelanggaran Oknum Aparat dan PT SKD ke Petinggi Negeri
MONITORKREATIF.ID – Sampit, 30 Januari 2025 – Konflik agraria antara warga Desa Pondok Damar dan PT Sapta Karya Damai (PT SKD) memanas. Sejumlah warga menuding oknum aparat TNI dan Polri berpihak kepada perusahaan dalam sengketa lahan yang telah berlangsung bertahun-tahun. Laporan resmi pun dilayangkan ke Presiden, DPR, hingga Komnas HAM sebagai bentuk perlawanan terhadap dugaan intimidasi dan kriminalisasi warga.
Erko Mojra, kuasa pendamping keluarga Yaddi Berti yang menjadi korban dalam konflik ini, menegaskan bahwa aparat diduga terlibat langsung dalam upaya perampasan hasil panen sawit warga. Peristiwa terjadi pada Senin, 27 Januari 2025, ketika sejumlah oknum aparat TNI-Polri diduga mengejar, mengintimidasi, serta berusaha menyita buah sawit yang diangkut dengan mobil pick-up. Aparat menuduh warga mencuri hasil kebun, meski lahan tersebut diklaim sebagai milik keluarga Yaddi Berti.
“Tindakan mereka sempat dicegah oleh warga. Saat kami meminta surat tugas, mereka tidak bisa menunjukkannya. Akhirnya, mereka mundur dan tidak berhasil merampas sawit tersebut,” ungkap Erko Mojra kepada media.
Ketegangan meningkat keesokan harinya. Pondok milik Yaddi Berti dan saudaranya yang telah lama berdiri di lokasi sengketa tiba-tiba dibakar oleh pihak yang tak dikenal. “Silakan publik menilai sendiri siapa yang mungkin bertanggung jawab atas pembakaran itu,” tambah Erko.
Merasa hak-haknya terlanggar, keluarga Yaddi Berti bersama kuasa pendamping melaporkan kejadian ini ke berbagai lembaga tinggi negara. Laporan ditujukan kepada Presiden RI, Wakil Presiden, DPR RI, Komnas HAM, Kompolnas, Panglima TNI, Kapolri, Menteri ATR/BPN, Gubernur Kalimantan Tengah, hingga pejabat daerah dan kepolisian setempat.
Mereka menuntut agar aparat keamanan yang bertugas di perkebunan PT SKD segera ditarik. “TNI dan Polri adalah alat negara, bukan alat pengusaha,” tegas Erko Mojra, yang juga menjabat Ketua Umum Asosiasi Masyarakat Peduli Hukum (AmpuH) Kalimantan Tengah serta Sekretaris DPP Gerakan Peduli Pembangunan Se-Kalimantan (GPPS).
Tak hanya aparat, laporan juga ditujukan kepada oknum penyidik yang diduga mengkriminalisasi warga dengan menerapkan pasal pencurian dalam KUHP. Menurut Erko, tindakan ini bertujuan agar warga bisa langsung ditangkap dan ditahan, meskipun dalam persidangan di Pengadilan Negeri Sampit, mereka justru dijerat dengan pasal dalam UU Perkebunan yang memiliki ancaman pidana lebih ringan.
“Ini jelas ada upaya sistematis untuk menekan warga. Seharusnya, dalam kasus sengketa lahan, pasal yang digunakan adalah UU Perkebunan, bukan KUHP dengan ancaman hukuman lebih berat,” ujarnya.
Selain dugaan kriminalisasi oleh aparat, warga juga menuding PT SKD telah melakukan pelanggaran hak atas tanah adat dan hak ulayat masyarakat Dayak. Perusahaan disebut telah menggarap ribuan hektare tanah tanpa menyelesaikan ganti rugi kepada pemiliknya.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 335/Kpts/II/1996, tanah yang sudah menjadi milik masyarakat seharusnya tidak termasuk dalam kawasan HGU PT SKD. Namun, faktanya, banyak lahan warga tetap digarap tanpa ada kompensasi.
“Kebun karet, sawit, dan tanaman lain milik keluarga Yaddi Berti sudah berada dalam HGU PT SKD selama 27 tahun, tanpa pernah mendapatkan ganti rugi. Ini bukti bahwa konflik agraria ini dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian,” kata Erko.
Menurutnya, jika pemerintah tidak segera turun tangan, konflik semacam ini dapat meluas, mengingat banyak warga lain di sekitar wilayah sengketa yang juga belum menerima ganti rugi atas tanah mereka.
Kasus ini menyoroti ketimpangan hukum dalam konflik agraria di Indonesia, di mana masyarakat kecil seringkali menjadi pihak yang dirugikan. Warga Pondok Damar berharap laporan mereka mendapat perhatian serius dari pemerintah dan aparat penegak hukum.
“Kami menunggu, apakah hukum benar-benar ditegakkan atau hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas,” pungkas Erko Mojra.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak PT SKD maupun aparat yang dituduh terlibat dalam insiden ini.
Redaksi (Aji)
Tinggalkan Balasan