Monitor Kreatif

Terdepan Mengabarkan

Agustus 13, 2025

Taman Nasional Tanjung Puting Terancam Rusak Oleh Pekerja Emas, di Mohon Aparat Segera Turun Cek Lapangan 

Kumai, Kalteng – Ketika mentari pagi menyibak kabut tipis di atas Sungai Sekonyer, suara mesin terdengar nyaring menembus kedalaman hutan. Bukan suara burung rangkong atau monyet ekor panjang yang biasanya mendominasi kawasan ini, melainkan dengungan aktivitas penambangan emas ilegal yang semakin merajalela di jantung Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), Kalimantan Tengah.

Di tengah aktivitas yang merusak itu, seorang warga bernama Rian—sehari-hari bekerja sebagai pengantar minyak bagi para pekerja tambang—membuka suara. Kepada awak media Monitor Kalteng, Rian mengungkapkan kekhawatirannya atas kondisi hutan lindung yang terus digerogoti.

“Saya tiap hari antar minyak ke para pekerja tambang di wilayah sini. Sudah bertahun-tahun penambangan ini jalan terus, tapi akhir-akhir ini makin ramai. Mereka kerja di daerah Belatuk, Sungai Tempukung, dan sekitarnya,” kata Rian sambil menunjuk ke arah hutan lebat yang mulai terbuka oleh jalur-jalur dan aktivitas manusia.

Rian juga menyayangkan dugaan adanya kelalaian dari pihak yang seharusnya menjaga kawasan konservasi tersebut. Bahkan, ia menduga kuat ada oknum yang justru membiarkan, bahkan mendukung keberadaan para penambang di kawasan yang semestinya steril dari aktivitas eksploitasi.

“Sayang sekali, padahal ini kawasan cagar alam. Tapi ada saja yang bantu-bantu supaya kegiatan tambang ini tetap jalan. Harusnya kan dijaga, bukan dibiarkan rusak begini,” ucapnya dengan nada kecewa.

Taman Nasional Tanjung Puting, yang selama ini dikenal sebagai habitat alami orangutan Kalimantan dan berbagai flora-fauna endemik lainnya, kini menghadapi ancaman serius. Kerusakan ekosistem akibat penambangan emas bukan hanya menghancurkan keanekaragaman hayati, tetapi juga mencemari sungai yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Aktivitas ilegal ini bukan cerita baru. Namun desakan ekonomi, lemahnya pengawasan, dan dugaan keterlibatan oknum menjadikan upaya pelestarian hutan lindung seperti jalan di tempat.

Sementara suara mesin tambang terus menggerus tanah dan suara burung semakin jarang terdengar, jeritan seperti yang disampaikan Rian menjadi alarm bagi siapa saja yang peduli akan masa depan hutan tropis Kalimantan.

Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini