Monitor Kreatif

Terdepan Mengabarkan

Agustus 12, 2025

PH Kades Ramang Membangun Asumsi Hukum yang Tidak Sesuai Fakta Hukum

Monitor Kreatif – Pulang Pisau // Menanggapi kembali opini dari Pendamping Hukum (PH) oknum Kades Ramang, sdr. Ramba, mengenai PT. Agrindo Green Lestari (PT. AGL), tidak transparan dan menyembunyikan luasan Hak Guna Usaha (HGU)

Penting untuk diingat, bahwa tata cara HGU kelapa sawit melibatkan beberapa tahapan, mulai dari permohonan, penelitian berkas, hingga penerbitan keputusan, Pemohon harus memenuhi persyaratan administrasi dan teknis, serta memastikan kesesuaian lahan dengan rencana tata ruang Setelah HGU diterbitkan, pemegang hak memiliki kewajiban untuk mengelola dan memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya, serta menjaga kelestarian lingkungan.

Adapun tahapan Permohonan HGU Kelapa Sawit:

1. Pengumpulan Dokumen:
Formulir permohonan HGU yang sudah diisi dan ditandatangani.
Fotokopi KTP/Akta Pendirian Badan Hukum.
Fotokopi NPWP.
Bukti penguasaan tanah, seperti akta pelepasan kawasan hutan atau surat bukti perolehan tanah lainnya.Peta lokasi dan batas-batas tanah yang dimohon.
Rencana usaha perkebunan,
Rekomendasi dari instansi terkait, seperti Dinas Perkebunan dan Kehutanan.
Bukti pembayaran BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).
Dokumen lain yang dipersyaratkan.

2. Pengajuan Permohonan:
Permohonan diajukan secara tertulis ke kantor pertanahan setempat.
Berkas permohonan diperiksa kelengkapannya.

3. Penelitian Berkas dan Pemeriksaan Lapangan:
Dilakukan penelitian kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan fisik.
Jika berkas lengkap, dilakukan pemeriksaan lapangan oleh tim Panitia B.Hasil pemeriksaan lapangan dituangkan dalam Risalah Panitia B

4. Penerbitan Keputusan HGU:Risalah Panitia B menjadi dasar pengajuan HGU ke Kementerian ATR/BPN.
Jika permohonan disetujui, diterbitkan keputusan HGU.
Keputusan HGU didaftarkan di kantor pertanahan setempat.
Pemegang hak mendapatkan sertifikat HGU.

Menanggapi pernyataan Pendamping Hukum Ramba yang menyatakan bahwa kasi pemerintahan desa Ramang Ahmad Yunan bahwa pihak perusahaan PT. AGL tidak transparan terkait berapa luasan HGU dan patokannya hingga kini tidak jelas hingga sekarang, hal ini dibantah oleh PH PT. AGL, Dr (C) Wahyu Widodo, SE, SH, MH., bahwa PT. AGL dalam memperoleh HGU sudah sesuai jalur yang di tetapkan pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Wahyu Widodo juga menyampaikan dalam memberikan kesaksian harus lah kesaksian yang benar bukan kesaksian yang palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 242 KUHP Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh (7) tahun.

Selanjutnya terkait HGU perusahaan bahwa tidak ada kewajiban hukum yang mengharuskan Kades memiliki salinan Hak Guna Usaha (HGU) yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada PT. AGL.

Bahkan, perlu diketahui, ada himbauan dari Ketua DPRD Pulang Pisau, sebagaimana diberitakan, Pemerintah Daerah khususnya Instansi terkait agar bisa mensosialisasikan perizinan-perizinan yang ada di wilayah Kabupaten Pulang Pisau, baik Izin Usaha (IUP) maupun HGU Perusahaan, supaya ketika Kades-kades itu diminta warga untuk menerbitkan SPPT, SKT Tanah, harus sesuai aturan dan tidak masuk pada kawasan-kawasan yang tidak diperkenankan.

Artinya di sini justru pihak pemerintah-lah yang memiliki kewajiban untuk menjelaskan status kepemilikan lahan, bukannya malah pihak perusahaan diminta untuk transparan dan atau memberikan salinan peta kawasan HGU.

Untuk dibawa ke ranah perdata, sepertinya tidak dimungkinkan lagi. Karena upaya itu seharusnya sejak produk SKT yang diterbitkan, dapat diajukan, untuk diberikan status quo oleh pengadilan.

Sedangkan dalam kasus ini, justru penghentian aktifitas kerja perusahaan PT. AGL itu telah dilakukan secara sepihak oleh oknum Kades dan pemilik SKT yang diterbitkan itu, Telah merugikan perusahaan sekian lama  Sehingga terpenuhi unsur pidana dalam kasus ini.

Terkait sidang vonis putusan dari Majelis hakim pada hari Rabu tanggal 30 Juli 2025 yang di gelar jam 10.00 wib, PH PT. AGL menyerahkan sepenuhnya keputusan yang seadil-adilnya kepada Majelis Hakim untuk memutuskan atas gugatan Tindak Pidana sesuai KUP 263 ayat (1) oleh sdr  Ramba yang telah menimbulkan kerugian materil kepada PT. AGL.

Bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa- sdr. Ramba dapat di buktikan secara sah dan meyakinkan berdasarkan alat bukti yang memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam KUHAP, meskipun logika memiliki relevansi dalam menilai kredibilitas suatu dugaan namun pengadilan harus mendasarkan putusannya pada fakta hukum yang terungkap di persidangan, bukan dari pertimbangan mengenai kemungkinan atau ketidak

kemungkinan berdasarkan asumsi seperti yang di dahulukan PH Terdakwa sehingga lebih tepat mengesampingkan aspek logika dan lebih tepat untuk fokus pada evaluasi alat bukti dan unsur-unsur delik yang didakwakan untuk mencapai keyakinan hakim berdasarkan pembuktian yang obyektif. Bahwa di dalam Tuntutan JPU telah menguraikan secara obyektif berdasarkan fakta fakta hukum di dalam proses persidangan.

Bahwa di dalam pernyataan PH Terdakwa- sdr. Ramba sangat tendensius dapat mengaburkan pencarian kebenaran dalam mendalilkan hal-hal yang tidak benar dan berlandaskan hukum tersebut.

Wahyu Widodo menegaskan bahwa ruang sidang adalah tempat yang suci dimana kebenaran dan keadilan didapatkan dari pemeriksaan yang obyektif berdasarkan fakta-fakta hukum, oleh karena itu harus senantiasa semua pihak menjaga kemurnian proses persidangan dari berbagi pengaruh yang dapat mengaburkan upaya pencarian kebenaran, kita memahami dalam menangani perkara ini yang berkaitan dengan tokoh masyarakat sering kali muncul berbagi pandangan dan interpretasi dari masyarakat, namun kami yakin bahwa tim Penyidik, Jaksa Penuntut, dan Hakim dalam menjalankan tugasnya harus tetap fokus pada subtansi hukum, dan tidak terpengaruh pada dinamika yang berkembang di luar fakta persidangan

di luar prinsip keadilan sejati di mana mengharuskan Penyidik, Jaksa dan Hakim tidak takut pada tekanan maupun tidak berpihak pada kepentingan tertentu, Sehingga Aparat Penegak Hukum tidak tunduk pada siapapun melainkan hanya di sadari kebenaran dan keadilan.

Sehingga Putusan Hakim nantinya merupakan manifestasi supremasi hukum yang tidak pandang bulu, dimana setiap warga negara di perlakukan sama di hadapan mata hukum berdasarkan perbuatannya, bukan dari status pekerjaan dan hal apapun, sesuai prinsip Hukum adalah Panglima di Negara Republik Indonesia. (CPS/ist)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini