Monitor Kreatif

Terdepan Mengabarkan

Sengketa Lahan Lewu Taheta vs Jadi Makmur: Pemkot Palangka Raya Ambil Langkah Intervensi

Monitor Kreatif – Palangka Raya, 20 September 2025 – Sengketa lahan antara Kelompok Tani Lewu Taheta dengan Kelompok Tani Jadi Makmur di Kecamatan Sabangau, Kota Palangka Raya, memasuki babak baru. Wali Kota Palangka Raya, Fairid Naparin, memutuskan untuk mengundang masyarakat Lewu Taheta ke Kantor Wali Kota di Km 5,5 Jalan Tjilik Riwut pada Jumat (19/9). Audiensi ini dilakukan menyusul rencana aksi damai yang akan digelar masyarakat Lewu Taheta bersama mahasiswa pada Rabu (24/9) mendatang.

Langkah cepat Wali Kota ini dipandang sebagai upaya mencegah eskalasi konflik agraria yang telah berlarut-larut. Sengketa yang melibatkan dua kelompok tani tersebut berakar pada klaim penguasaan lahan di wilayah dua Kelurahan di kecamatan Sabangau yang sejak lama dianggap rawan tumpang tindih administrasi.

Ketua Kalteng Watch sekaligus kuasa pendamping masyarakat Lewu Taheta, Ir. Men Gumpul, SH, menyampaikan apresiasinya.

“Kami berterima kasih kepada Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin yang dengan cepat merespons surat pemberitahuan aksi masyarakat. Ini menunjukkan adanya ruang dialog, meski tuntutan masyarakat tetap menunggu realisasi, bukan hanya janji di ruang audiensi,” ujarnya saat ditemui awak media di kediamannya di Jalan Galaxy, Sabtu (20/9).

Masyarakat Lewu Taheta bersama mahasiswa selama ini menuntut kejelasan status tanah di wilayah Sabaru. Menurut mereka, klaim yang dilakukan Kelompok Tani Jadi Makmur Trans Kalampangan menimbulkan keresahan karena menyangkut lahan yang sejak lama digarap oleh masyarakat setempat.

Saat awak media menanyakan Kepada Men Gumpul Dalam audiensi, langkah apa yang akan diambil oleh Wali Kota Fairid Naparin, dikatakannya Walikota akan meninjau ulang Peraturan Daerah (Perda) dan tata batas antar Kelurahan di wilayah Kecamatan Sabangau. Sebagai langkah sementara, pemerintah akan menarik persoalan sengketa lahan. Lahan sengketa dijadikan lahan status Quo. Artinya lahan dikembalikan dulu kepada negara sementara peninjauan ulang baik berupa perda dan tata batas wilayah.

Menurutnya Kebijakan Kebijakan Walikota Fairid Naparin bertujuan menghentikan potensi klaim sepihak hingga ada kepastian hukum berupa regulasi dan penetapan batas wilayah resmi.

Kasus ini menegaskan kembali persoalan klasik di Kalimantan Tengah: tumpang tindih penguasaan tanah. Sengketa antara masyarakat adat, kelompok tani, hingga perusahaan sering muncul akibat lemahnya administrasi pertanahan serta keterlambatan pemerintah dalam menetapkan batas wilayah yang jelas.

Men Gumpul menegaskan, masyarakat Lewu Taheta dan mahasiswa akan tetap mengawal hasil audiensi.

“Kami berharap semua tuntutan masyarakat dapat dipenuhi. Jangan hanya berhenti pada pertemuan, tapi harus ada realisasi nyata di lapangan,” tegasnya.

Kini bola panas berada di tangan Pemerintah Kota Palangka Raya. Audiensi telah membuka ruang komunikasi, tetapi kepastian hukum atas tanah di Sabangau masih menunggu langkah konkret: revisi perda, penetapan tata batas, dan penyelesaian administrasi pertanahan.

Apabila tidak segera ditangani, konflik ini berpotensi meluas, tidak hanya antara dua kelompok tani, tetapi juga bisa menyulut aksi massa yang lebih besar di kemudian hari.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
Exit mobile version