Haruman: Kasus Perumahan di Palangkaraya Seharusnya Ranah Perdata dan Administrasi
MONITOR KREATIF – Palangkaraya, Kalteng —
Kasus dugaan penipuan dan perbuatan curang yang melibatkan kerja sama pembangunan perumahan antara CV Graha Angga Mandiri dengan Budhi Dilan Laman dinilai tidak masuk ranah pidana. Menurut kuasa hukum CV Graha Angga Mandiri, Haruman, perkara ini semestinya dikategorikan sebagai sengketa perdata dan administrasi.
Kasus bermula dari kerja sama pembangunan kawasan perumahan di Jalan Yos Sudarso VIIIA, Kelurahan Menteng, Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangkaraya, di atas lahan seluas 10.000 meter persegi. Proyek tersebut berdasarkan Akta Nomor 3 tanggal 13 Desember 2024, yang dibuat oleh Notaris Duwi Hartatik, SH, M.Kn.
Namun, seiring waktu muncul pihak lain yang mengklaim memiliki hak atas lahan tersebut. Pihak yang mengklaim tanah itu melaporkan dugaan pelanggaran ke Unit Tipidter Direktorat Reskrimsus Polda Kalimantan Tengah, dengan dasar kepemilikan surat segel tahun 1980-an atas nama Budhi Dilan Laman.
Akibat laporan itu, salah satu pihak yang terlibat dalam proyek pembangunan perumahan ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Perumahan dan Permukiman serta Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
“Padahal dari hasil pengecekan lapangan bersama BPN Kota Palangkaraya, para pihak terkait, dan penyidik Tipidter, perkara ini jelas bukan pidana, melainkan persoalan keperdataan dan administrasi,” ujar Haruman kepada wartawan di lokasi, Rabu, 5 November 2025.
Haruman menegaskan, tidak ada konsumen atau nasabah yang dirugikan, mengeluh, atau mengajukan keberatan terhadap proyek tersebut. “Jika penyidik tetap memaksakan perkara ini ke ranah pidana, itu berarti melampaui SOP,” tegasnya.
Menurutnya, pihak yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban hukum adalah Budhi Dilan Laman, karena dialah yang memasarkan rumah, menerima uang kerja sama pembangunan sebesar Rp69 juta, dan mendapatkan beberapa unit rumah, masing-masing satu unit tipe 70 dan dua unit tipe 50.
Haruman berharap penyidik melakukan BAP ulang atau gelar perkara khusus agar proses hukum lebih objektif.
“Kalau dipaksakan jadi perkara pidana, bisa timbul masalah baru. Kami siap menempuh upaya hukum lanjutan bila perlu,” pungkasnya.
(Redaksi: Alex)

Tinggalkan Balasan