Masyarakat Meminta Inspektorat Kotim Turun dan cek Beberapa Proyek Desa Jaya Karet Yang Diduga Merugikan Uang Negara.
Monitorkreatif.co.id
Kotawaringin Timur – Proyek pembangunan dua unit box culvert di Jalan Pelangi, RT 06 RW 03, Desa Jaya Karet, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, diduga bermasalah dan rawan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Proyek yang bersumber dari Dana Desa tahun anggaran 2024 ini disinyalir mengalami kelebihan anggaran yang cukup signifikan.
Berdasarkan penelusuran tim media di lokasi pada Selasa (15/4/2025), ditemukan bahwa total anggaran yang dikucurkan untuk proyek tersebut mencapai Rp60.250.000. Namun, menurut keterangan salah satu pekerja lapangan, Surianto alias Teleng, biaya realisasi proyek diperkirakan hanya sekitar Rp48.283.200.
“Kalau dihitung-hitung, total biaya pengerjaan tidak sampai Rp60 juta. Bahkan masih ada sisa hampir Rp12 juta,” ujarnya saat ditemui di lokasi.
Rincian material dan ongkos kerja juga menunjukkan adanya selisih besar. Di antaranya, upah tukang, biaya tanah urug, pasir cor, semen, kawat bendrat, kawat nesser, kayu galam, papan kayu, dan lainnya, seluruhnya masih di bawah pagu anggaran. Sisa anggaran yang belum jelas penggunaannya mencapai sekitar Rp11.966.800.
Saat tim media mencoba mengonfirmasi ke Kantor Desa Jaya Karet, Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) yang juga menjabat sebagai Kaur Pembangunan, Jaini, tidak berada di tempat. Menurut staf desa, Jaini tidak bisa datang karena sedang menjaga warung.
Kepala Desa Jaya Karet, Juwani, yang turut hadir saat itu mengomentari bahwa isu ini berasal dari pihak-pihak yang kalah dalam pemilihan kepala desa sebelumnya. “Saya tahu sumber informasinya. Dari calon-calon kades yang kalah, mereka masih jengkel dan mencari-cari kesalahan,” ujar Juwani.
Namun, saat ditanya langsung mengenai sisa anggaran proyek, Kades dan Sekdes memilih bungkam.
Secara aturan, Kepala Desa dan perangkatnya tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai pelaksana proyek dana desa. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Desa serta Permendesa Nomor 13 Tahun 2023. TPK seharusnya merupakan tim independen yang dibentuk melalui musyawarah desa dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Kepala Desa, bukan dirangkap oleh perangkat desa.
Apabila terbukti terdapat penyalahgunaan anggaran, Kepala Desa dapat dikenakan sanksi hukum sesuai ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Masyarakat juga bisa menyampaikan laporan kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau Pemerintah Kecamatan.
Kasus ini semakin menguatkan pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan dana desa dan perlunya transparansi dalam setiap kegiatan pembangunan di desa. Pemerintah diminta bertindak tegas terhadap potensi pelanggaran agar tidak mencederai kepercayaan masyarakat.
Redaksi
Tinggalkan Balasan